JAKARTA, IP – Setelah ramai dikritik soal isi sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang atau RUU Penyiaran, DPR buka suara memberikan penjelasan. Anggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin, mengatakan DPR tidak memiliki niat untuk memberangus kebebasan pers dengan memuat pasal yang melarang siaran eksklusif jurnalisme investigasi.
Politikus PDIP itu menjelaskan, pelarangan diusulkan guna mencegah terpengaruhinya opini publik terhadap proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Hasanuddin menyebut soal pelarangan konten eksklusif jurnalisme investigasi ini masih didiskusikan karena jurnalisme investigasi itu ada banyak hal yang berpengaruh.
“Saya kira bisa dipahami. Jadi jangan sampai proses hukum yang dilakukan aparat terpengaruh konten jurnalisme investigasi,” kata Hasanuddin, Sabtu (11/5).
Kendati begitu, Hasanuddin mengatakan pendapat yang meminta agar siaran eksklusif jurnalisme investigasi tetap ditayangkan juga masih bergema di ruang rapat Komisi. “Saya pribadi mendukung agar tidak dilarang. Dengan syarat tidak mempengaruhi opini publik terhadap proses hukum yang sedang berlangsung saja,” ujarnya.
Pengaruh yang dimaksud Hasanuddin ialah siaran eksklusif jurnalisme investigasi dikhawatikan mengubah opini dan persepsi publik terhadap proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum. “Sehingga ini masih akan dikaji, belum final dilarang. Karena ada yang menyatakan ini bisa jadi pembanding,” kata dia.
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Dewan Pers, Yadi Hendriana, mengatakan larangan untuk menyiarkan konten eksklusif jurnalisme investigasi sebagaimana yang dimuat pada Pasal 50 B Ayat 2 RUU Penyiaran tertanggal 27 Maret lalu, tak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Begitu pun larangan menyiarkan siaran eksklusif jurnalisme investigasi, hal tersebut tidak berkelindan dengan proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum. “Justru jurnalisme investigasi membantu masyarakat memahami akar masalah dalam suatu peristiwa,” kata Yadi.
Seorang jurnalis dan tim yang melakukan kegiatan jurnalisme investigasi, menurut Yadi, bekerja dengan berdasarkan pada Undang-Undang Pers. Karena itu, kata dia, tidak ada kaitan antara kegiatan jurnalisme investigasi dan pengaruh pada kerja aparat. “Bahkan dalam beberapa kasus, penyelidikan dan penyidikan aparat dibantu oleh proses jurnalistik,” ujarnya.
Karena itu, Yadi menilai penjelasan yang disampaikan oleh DPR ihwal pelarangan siaran eksklusif jurnalisme investigasi amat tidak berdasar. “Pasal ini mesti dicabut karena berpotensi memberangus kebebasan pers,” ujarnya. (*)