ACEH, IP – Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Dedi Safrizal, seorang mantan anggota DPR Aceh dalam perkara tindak pidana korupsi beasiswa mahasiswa dengan nilai mencapai Rp4,58 miliar lebih.
Dakwaan dibacakan JPU Asmadi Syam dan kawan-kawan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banda Aceh di Banda Aceh, Selasa.
Terdakwa Dedi Safrizal, menjabat anggota DPR Aceh periode 2014 hingga 2019. Terdakwa Dedi Safrizal juga berstatus sebagai narapidana narkotika yang sebelumnya ditahan di Lapas Cipinang, Jakarta.
Sidang dengan majelis hakim diketuai Zulfikar serta didampingi Harmijaya dan Anda Ariansyah masing-masing sebagai hakim anggota. Terdakwa hadir ke persidangan didampingi penasihat hukumnya.
Selain terdakwa Dedi Safrizal, JPU juga mendakwa terdakwa Suhaimi dalam kasus yang sama, tetapi berkas perkara terpisah. Terdakwa Suhaimi disebut sebagai koordinator penyaluran beasiswa tersebut.
JPU dalam dakwaannya menyebut terdakwa Dedi Safrizal selaku anggota DPR Aceh mengusulkan program beasiswa untuk 208 mahasiswa tahun anggaran 2017. Dana beasiswa tersebut mencapai Rp4,58 miliar ditempatkan di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Provinsi Aceh.
Selanjutnya, terdakwa Suhaimi mencari mahasiswa yang menerima beasiswa tersebut. Beasiswa tersebut diberikan kepada mahasiswa pendidikan diploma tiga, diploma empat, S1 hingga S3, baik di dalam negeri maupun luar negeri.
“Beasiswa diberikan berkisar Rp20 juta hingga Rp40 juta per penerima. Beasiswa juga diberikan untuk pendidikan dokter spesialis. Jumlah penerima beasiswa tersebut mencapai 208 orang, yang menerima hanya 158 orang,” kata JPU menyebutkan.
Dalam penyalurannya, kata JPU, kedua terdakwa memotong jumlah beasiswa berkisar Rp15 juta hingga Rp27 juta per penerima, sehingga total pemotongan beasiswa tersebut mencapai Rp2,91 miliar.
JPU merincikan dari Rp2,91 miliar dana beasiswa tersebut, sebesar Rp2,36 miliar di antaranya untuk kepentingan pribadi terdakwa Dedi Safrizal. Sedangkan terdakwa Suhaimi menerima Rp131 juta, saksi atas nama Khairul Bahri menerima Rp54 juta, serta untuk 158 orang penerima dengan nilai Rp1 miliar lebih.
Perbuatan para terdakwa melanggar Pasal 2 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
“Serta Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” kata JPU.
Majelis hakim melanjutkan persidangan pada 17 April 2024 dengan agenda mendengarkan eksepsi terdakwa dan penasihat hukumnya terhadap dakwaan jaksa penuntut umum. (tim)