JAKARTA, IP – Dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan 12 anggota ormas Kumpulan Penghimpun Organ Rakyat Indonesia (KPORI) yang kini ditahan oleh Polres Tuban karena dugaan pemerasan sesuai Pasal 368 yang disangkakan, tidak terlepas adanya dugaan pembiaran oleh Presiden RI, Jaksa Agung dan Kapolri.
Info yang beredar luas di masyarakat, bahwa dalam membenahi aturan karena Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dianggap palsu, KPORI telah lama mengirim surat kepada Presiden RI, Jaksa Agung dan Kapolri terkait tindakan yang akan dilakukan.
Dalam penggalan surat KPORI, tertulis pihaknya akan melakukan tindakan yang dianggap perlu, seperti intimidasi, pembakaran, pengrusakan atau hal lainnya sebagai pembuktian hukum tidak dapat diterapkan sesuai perundang-undangan yang berlaku dalam menghadapi pejabat pemerintah maupun swasta yang arogan dan bebal. Tentu hal ini sudah diketahui oleh Presiden RI, Jaksa Agung dan Kapolri dengan bukti tanda terima surat yang dimiliki.
Menurut KPORI, secara defacto pemerintah baik-baik saja, berjalan dinamis. Namun secara dejure berdasarkan UUD 1945, pemerintah tidak sah sejak era Soeharto memimpin sampai dengan sekarang bekerja secara melawan hukum karena tidak mempunyai dasar hukum, dikuatkan dengan adanya UUD 1945 palsu dengan dalih amandemen yang dijadikan dasar pembuatan undang-undang, sehingga mengacaukan aturan serta merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara (sesuai hirarki hukum, asas legalitas dan konsederansi).
Haidin Deny Supriyadi, salah satu pimpinan KPORI yang akrab disapa Daeng Iding mengatakan, jika mengikuti undang-undang yang berlaku, Presiden RI, Jaksa Agung, Kapolri terlibat pembiaran tindak kejahatan yang diduga dilakukan oleh 12 anggota KPORI di Tuban.
“Jika kita mengikuti undang-undang yang ada, Presiden RI, Jaksa Agung dan Kapolri terjerat hukum sesuai Pasal 56 KUHP. Dalam Pasal 56 KUHP berbunyi bahwa seseorang dapat dipidana sebagai pembantu kejahatan apabila mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan atau mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan,” terang Daeng Iding.
Daeng Iding menilai, Presiden RI, Jaksa Agung dan Kapolri telah memberikan kesempatan KPORI melakukan tindak pidana dengan membiarkan anggotanya bergerak ke lokasi tambang diduga ilegal.
“Jika anggota KPORI ditangkap, tangkap juga Presiden RI, Jaksa Agung dan Kapolri, karena adanya pembiaran,” ujar Daeng Iding.
Soal adanya dugaan tambang ilegal yang beroperasi di Tuban, lanjut Daeng Iding, seharusnya polisi di tingkat Polsek, Polres dan Polda di Jawa Timur juga terjerat pidana karena telah membiarkan tindak pidana berupa pencurian hasil bumi yang diduga dilakukan oknum pengusaha berjalan mulus. (tim)