JAKARTA, IP – Ketua MPR RI dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo menerima aspirasi usulan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu agar pimpinan DPR mendatang diisi oleh seluruh perwakilan partai politik yang ada di DPR RI. Saat ini Pimpinan DPR terdiri atas satu orang ketua dan empat orang wakil ketua yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR. Sementara, total partai politik yang berada di parlemen periode 2019-2024 sebanyak sembilan partai politik.
“Usulan Presiden PKS Ahmad Syaikhu agar semua partai politik yang ada di DPR bisa memiliki wakil di pimpinan DPR periode mendatang menurut pendapat pribadi saya, patut dipertimbangkan. Sehingga, dengan adanya perwakilan setiap partai politik di pimpinan DPR akan memiliki manfaat yang besar dalam memperlancar komunikasi antar partai politik di Senayan. Hal ini sudah diterapkan dan dibuktikan oleh MPR periode sekarang, dimana semua partai politik dan perwakilan DPD memiliki satu wakil di pimpinan MPR,” ujar Bamsoet saat Silaturahmi Kebangsaan Pimpinan MPR dengan Pengurus DPP PKS di Jakarta, Senin (8/7/24).
Hadir antara lain Wakil Ketua MPR yang Ketua MPR RI ke-12 dan Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid, Presiden PKS Ahmad Syaikhu, Sekjen Aboe Bakar Al Habsyi, Bendum Mahfudz Abdurrohman, Ketua Fraksi PKS MPR Tifatul Sembiring, Kabid Kepemudaan Gamal Albin Syaid serta Bidang Perempuan dan Ketahanan Keluarga Kurniasih Mufidayati.
Ketua DPR RI ke-20 dan Ketua Komisi III DPR RI ke-7 bidang Hukum & Keamanan ini menjelaskan, pengurus DPP PKS juga sepakat untuk dilakukan kajian mendalam terhadap UUD NRI 1945. Konstitusi terikat oleh realitas zaman, karenanya konstitusi tidak boleh ‘anti’ terhadap perubahan. Perubahan zaman adalah sebuah keniscayaan yang tidak akan mungkin dihindarkan.
“Konstitusi yang dimiliki bangsa Indonesia harus berupa konstitusi yang hidup (living constitution) dan bekerja (working constitution). Konstitusi yang hidup adalah konstitusi yang mampu menjawab segala tantangan dan dinamika zaman. Sementara, konstitusi yang ‘bekerja’ adalah konstitusi yang benar-benar dijadikan rujukan dan dilaksanakan dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,” kata Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, dari tahun 1999 hingga 2002, MPR telah melakukan empat kali amendemen. Namun, sejumlah kalangan menilai masih terdapat kelemahan sistematika dan substansi pada konstitusi pasca amendemen. Persoalan mengenai kedudukan dan kewenangan lembaga negara, tidak adanya lagi garis besar haluan negara serta sistem demokrasi pemilihan langsung yang kebablasan, masih menyisakan problematika tersendiri. Ditambah lagi, kenyataan bahwa perubahan konstitusi tidak serta-merta menumbuhkan budaya taat berkonstitusi, atau menjamin segala peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang Dasar sudah sejalan dengan konstitusi
“Pimpinan MPR sepakat dengan Pengurus DPP PKS bahwa nantinya apabila dilakukan amandemen UUD NRI 1945, perubahan yang dilakukan adalah perubahan menuju arah perbaikan. Semisal, kembali menghadirkan pokok-pokok haluan negara sebagai bintang arah pembangunan nasional, mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara sehingga memiliki kewenangan subjektif superlatif, perbaikan sistem demokrasi pemilihan langsung yang bebas dari pratik transaksional ataupun menghadirkan kembali utusan golongan masuk ke dalam MPR Ri,” urai Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menambahkan, sebelum bertemu Presiden PKS Ahmad Syaikhu, pimpinan MPR sudah bertemu Presiden Joko Widodo, Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden RI ke-6 Try Sutrisno, Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla dan Wakil Presiden RI ke-11 Boediono.
Pimpinan MPR juga telah bertemu Ketua MPR RI ke-11 Amien Rais, Ketua MPR RI ke-14 Sidarto Danusubroto, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum Partai Amanat Nasional sekaligus Ketua MPR RI ke-15 Zulkifli Hasan dan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), Jenderal TNI (Purn) Wiranto.
“Direncanakan tanggal 11 Juli 2024, pimpinan MPR akan bertemu dengan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Kemudian dilanjutkan bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat, Ketua Umum PPP dan Ketua Umum PDI Perjuangan. Terakhir, pimpinan MPR akan bertemu dengan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, sebagai penutup rangkaian Silaturahmi Kebangsaan MPR RI serta menyerahkan ‘Dokumen Kearifan Bangsa’ sebagai masukan untuk pemerintahan mendatang,” pungkas Bamsoet. (*)